Nama : Hernah Halim
Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Mandala Waluya
Gizi buruk menjadi masalah kesehatan yang memprihatinkan, tidak hanya di tingkat internasional namun juga di tingkat nasional. Gizi buruk adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh mendapatkan asupan nutrisi terlalu sedikit atau justru terlalu banyak. Dampak gizi buruk bagi kesehatan tidak boleh disepelekan. Dunia saat ini masih dihadapkan dengan permasalahan kelaparan dan kekurangan gizi. Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO) tahun 2022, jumlah penduduk yang menderita kekurangan gizi di dunia mencapai 768 juta orang pada 2021, naik 18,1% dari tahun sebelumnya sebesar 650,3 juta orang. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO 2023) mengatakan bahwa kekurangan gizi menjadi salah satu ancaman berbahaya bagi kesehatan penduduk dunia. Kekurangan gizi diperkirakan menjadi penyebab utama dari 3,1 juta kematian anak setiap tahun sedangkan data terakhir SSGI tahun 2022 menunjukkan angka stunting sebesar 21.6%. Angka tersebut masih sangat tinggi mengingat target penurunan stunting pada tahun 2024 adalah 14%.
Prevalensi status gizi anak Balita di Indonesia berdasarkan indeks BB/U sebesar 13,9% gizi kurang dan 5,7% gizi buruk, TB/U sebesar 19,2% pendek dan 18% sangat pendek serta BB/TB sebesar 12,1% gizi kurus. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang menurut indeks BB/U yaitu antara 20,0-29,0 %, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 %, menurut indeks TB/U yaitu dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 – 39 % dan serius bila prevalensi pendek ≥40 % dan menurut indeks BB/TB yaitu dianggap serius bila prevalensi kurus antara 10,0-14,0 % dan dianggap kritis bila ≥15,0 % (WHO, 2018). Di Indonesia, satu dari 12 anak dibawah usia lima tahun mengalami wasting dan satu dari lima mengalami stunting. Hal ini terjadi karena kekurangan gizi akibat dari gizi yang kurang optimal sejak dari dalam kandungan, asupan gizi yang kurang pada anak usia dini dan/ atau penyakit infeksi serta penyakit lainnya. Bentuk kekurangan gizi ini memiliki dampak buruk dan mengancam kesehatan, kehidupan dan perkembangan jangka panjang pada bayi dan anak di seluruh Indonesia
Menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Sulawesi Tenggara mencapai 22,7% pada 2022. Sulawesi Tenggara menempati peringkat ke-9 tertinggi secara nasional. Dikutip dari hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemkes) provinsi Sulawesi Tenggara merupakan provinsi yang termasuk dalam lima besar nasional dengan angka pravelensi stunting paling tinggi di Indonesia yakni 30,2 persen. Hal ini, relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Rachmillah Fadmi dan Sri Mulyani mengenai “Analisis Forecasting Pada Jumlah Kasus Gizi Buruk Di Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2019 – 2023”.
Hasil prediksi kasus gizi buruk di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2019 – 2023 diperoleh hasil bahwa peningkatan jumlah kasus gizi buruk tertinggi diprediksi akan terjadi pada tahun 2019 sampai 2020 di Kabupaten Wakatobi dan tahun 2021 sampai 2023 berada di Kabupaten Konawe Utara, dengan puncak peningkatan kasus gizi buruk terjadi pada tahun 2023 sebanyak 400 Kasus. Penurunan kasus tertinggi terjadi di Kabupaten Buton Tengah dengan puncak penurunan berada pada tahun 2023.
Beberapa faktor penyebab naiknya kasus gizi buruk di Sulawesi Tenggara adalah tingginya total fertility rate (TFR) atau rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia subur. Selain itu, pernikahan usia muda juga masih tinggi di wilayah-wilayah kabupaten dan menjadi faktor lain penyebab tingginya gizi buruk. Selain itu, rendahnya akses terhadap pendidikan kesehatan reproduksi serta kurangnya pemahaman mengenai pentingnya nutrisi yang tepat selama masa kehamilan dan pertumbuhan anak juga turut berkontribusi dalam meningkatnya kasus gizi buruk di Sulawesi Tenggara.
Pendidikan kesehatan memainkan peran kunci dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Salah satu edukasi kesehatan yang penting adalah tentang pola makan yang seimbang dan bergizi. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang jenis makanan yang kaya akan nutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, sumber protein, dan karbohidrat kompleks. Selain itu, penting juga untuk memberikan informasi tentang porsi yang tepat dan frekuensi konsumsi makanan tersebut agar memenuhi kebutuhan gizi harian. Selain pola makan, edukasi kesehatan juga harus mencakup pentingnya hygiene dan sanitasi yang baik. Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang kebersihan diri, penanganan dan penyimpanan makanan yang benar, serta praktik-praktik sanitasi lainnya yang dapat mencegah infeksi dan penyakit yang berhubungan dengan gizi buruk. Selain itu, edukasi juga harus mencakup pencegahan dan penanganan kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi gizi, seperti penyakit infeksi, gangguan pencernaan, dan masalah kesehatan reproduksi. Dengan edukasi yang komprehensif tentang gizi dan kesehatan secara keseluruhan, diharapkan masyarakat dapat mengadopsi perilaku hidup yang sehat dan mengurangi risiko terjadinya gizi buruk.
Gizi buruk merupakan topik masalah kesehatan yang sering terjadi, termasuk di Sulawesi Tenggara. Masalah ini memiliki signifikansi yang tidak hanya lokal tetapi juga nasional. Data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi, sehingga mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh negara secara keseluruhan dalam memperbaiki kondisi gizi masyarakatnya. Sulawesi Tenggara memiliki karakteristik demografis, sosial, dan ekonomi yang unik, yang berbeda dari wilayah lain di Indonesia. Dengan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk di sini, kita dapat menemukan solusi yang lebih tepat dan relevan. Melalui artikel ini, kita dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah gizi buruk dan mendorong langkah-langkah konkret untuk mengatasi tantangan tersebut, baik dari pemerintah, masyarakat lokal, maupun lembaga internasional.
Last Updated on 3 weeks by adminrsb